Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ma’ruf Amin Soroti Tantangan dan Arah Baru Ekonomi Syariah Indonesia

Ma’ruf Amin Soroti Tantangan dan Arah Baru Ekonomi Syariah Indonesia



Berita Baru, Jakarta – Wakil Presiden RI ke-13, Prof. KH. Ma’ruf Amin menegaskan pentingnya membangun ekosistem ekonomi syariah yang lebih terintegrasi dan berdampak langsung bagi kesejahteraan umat. Hal ini disampaikan dalam Diskusi Kamisan bertajuk “Perkembangan dan Tantangan Ekonomi Syariah Indonesia” yang digelar oleh Center for Sharia Economic Development (CSED) di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Dalam diskusi yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan seperti KNEKS, BAZNAS, BPJPH, Bank Indonesia, dan tokoh akademisi nasional, Ma’ruf Amin menyebut bahwa sektor ekonomi syariah menunjukkan performa yang cukup kuat meski kondisi ekonomi global tidak stabil.

“Pertumbuhan sektor halal Indonesia pada awal 2025 mencapai 9,16 persen. Ini menandakan bahwa fondasi ekonomi syariah kita semakin kokoh,” ujar Ma’ruf Amin.

Ia menyebutkan bahwa total aset keuangan syariah Indonesia telah menembus Rp9.252 triliun, tumbuh 5,3 persen secara tahunan dan melampaui pertumbuhan sektor keuangan konvensional yang berada di angka 3,6 persen. Pasar modal syariah menjadi penyumbang terbesar dengan porsi 37 persen.

Kesenjangan Literasi dan Inklusi Syariah

Namun demikian, Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa tantangan besar masih mengadang, terutama soal kesenjangan antara literasi dan inklusi. Data OJK tahun 2024 mencatat tingkat literasi keuangan syariah sebesar 43,4 persen, tetapi tingkat inklusinya stagnan di angka 13,41 persen.

“Zakat itu bukan semata ibadah spiritual, tapi bagian dari muamalah. Kita harus membangun kesadaran kolektif agar zakat bisa menjadi kekuatan ekonomi umat,” katanya.

Potensi Besar, Tapi Masih Jauh dari Optimal

Dalam sesi tanggapan, Prof. Waryono Abdul Ghofur dari Kemenag RI mengungkapkan bahwa dari potensi zakat sebesar Rp327 triliun, realisasi yang tercatat baru mencapai Rp13 triliun. “Sebagian besar masyarakat masih menyalurkan zakat langsung kepada mustahik tanpa melalui lembaga resmi,” jelasnya.

Sementara itu, Deputi BPJPH Abdul Syakur mengungkapkan bahwa lebih dari 7 juta produk telah tersertifikasi halal, meskipun keterbatasan anggaran hanya mencakup 1 juta sertifikat. “Permintaan sertifikasi halal dari luar negeri meningkat, termasuk dari 33 negara yang ingin mendaftarkan lembaga halal mereka ke Indonesia,” ungkapnya.

Kebutuhan Ekosistem yang Terintegrasi

Ali Sakti dari Bank Indonesia menilai bahwa pelaku industri halal dan lembaga keuangan syariah masih bekerja secara parsial. “Masih seperti gasing yang berputar sendiri-sendiri. Kita butuh ekosistem yang menyatu,” ujarnya.

Senada, Sutan Emir Hidayat dari KNEKS menyebutkan telah terbentuk 37 Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), dan 25 provinsi telah mengintegrasikan ekonomi syariah ke dalam RPJPD mereka. Namun, ia menekankan pentingnya keselarasan antara arah kebijakan nasional dan daerah.

Distribusi Tanah dan Kesejahteraan Petani

Prof. Bustanul Arifin dari INDEF mengangkat persoalan ketimpangan kepemilikan lahan oleh petani. Rata-rata petani hanya menguasai 0,3 hektare lahan, yang membuat upaya peningkatan kesejahteraan menjadi stagnan. Ia mendorong skema bagi hasil syariah dan pendayagunaan lahan-lahan tidur.

Menanggapi hal ini, Ma’ruf Amin menegaskan bahwa banyak tanah yang terbengkalai bisa dimanfaatkan melalui skema wakaf produktif. “Kita perlu aturan agar tanah yang idle bisa diberikan kepada rakyat melalui skema dana sosial. Itu bagian dari revolusi ekonomi syariah kita,” pungkasnya.