Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Koperasi Merah Putih: Solusi Ekonomi atau Ancaman bagi Kemandirian?

Koperasi Merah Putih: Solusi Ekonomi atau Ancaman bagi Kemandirian?



Berita Baru, Jakarta – Universitas Paramadina menggelar diskusi panel bertajuk “Koperasi Merah Putih: Menghadapi Realita, Meretas Solusi”, yang menghadirkan berbagai pemikir dan praktisi untuk mengulas secara kritis kebijakan pemerintah dalam membentuk 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP). Diskusi ini menjadi forum reflektif yang menyoroti pergeseran arah koperasi nasional dan tantangan implementasinya di lapangan.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Mutu dan Kerja Sama, Iin Mayasari, menyatakan bahwa koperasi sejatinya sejalan dengan nilai-nilai Universitas Paramadina, yaitu keindonesiaan, keislaman, dan kemodernan. Ia melihat KMP sebagai peluang memperkuat ekonomi kerakyatan, tetapi mengingatkan pentingnya kesiapan kelembagaan dan sumber daya manusia untuk menjamin keberlanjutan program.

Suroto, Direktur Cooperative Research Center Institut Teknologi Keling Kumang dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), menjadi salah satu pembicara paling kritis. Ia mempertanyakan dasar hukum pembentukan KMP yang dilakukan secara top-down melalui Inpres dan Kepres, tanpa proses partisipatif dari masyarakat koperasi.

“Dalam sistem demokrasi, koperasi seharusnya dibangun dari bawah, bukan lewat instruksi presiden. Ini bentuk koperasi koersif,” tegasnya. Ia juga menyoroti bahwa banyak pengurus KMP tidak memahami perannya, dan hanya berharap pada dana dari APBN atau pinjaman bank HIMBARA.

Handi Risza Idris dari Universitas Paramadina mengingatkan bahwa koperasi adalah amanat konstitusi dalam Pasal 33 UUD 1945. Ia mempersoalkan efektivitas KMP jika hanya mengambil alih kegiatan UMKM yang sudah berjalan. “Jangan sampai koperasi ini menjadi beban, bukan solusi,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya penguatan regulasi, karena dasar hukum pelaksanaan program masih minim dan berpotensi tumpang tindih.

Muhammad Iksan, dosen ekonomi Universitas Paramadina, memaparkan kondisi makro yang kurang mendukung, seperti pelemahan indikator PDB dan ketidakpastian nilai tukar. Meski ia mengapresiasi lonjakan jumlah koperasi berbadan hukum, ia menyoroti lemahnya pertumbuhan koperasi yang benar-benar inklusif dan produktif. “Fokus kelembagaan harus disertai tata kelola dan semangat bottom-up agar tidak mengulang masalah seperti pada pengelolaan dana desa,” ujarnya.

Diskusi yang dimoderatori oleh Didip Diandra ini menegaskan pentingnya peran akademisi untuk mengawal arah kebijakan pembangunan koperasi di Indonesia. Di tengah momentum Tahun Koperasi Internasional 2025 yang dicanangkan PBB, para pembicara menilai bahwa Indonesia justru menunjukkan gejala kemunduran dalam prinsip demokratisasi ekonomi.

Kritik-kritik tajam yang muncul dalam forum ini menjadi sinyal penting bahwa keberhasilan Koperasi Merah Putih tidak cukup diukur dari angka, tetapi dari kemampuannya membangun kemandirian ekonomi rakyat secara berkelanjutan dan bermartabat.