Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

GKI Kecam Kekerasan Aparat dan Desak Batalkan Kebijakan yang Membebani Rakyat

GKI Kecam Kekerasan Aparat dan Desak Batalkan Kebijakan yang Membebani Rakyat



Berita Baru, Jakarta – Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Kristen Indonesia (BPMS GKI), salah satu denominasi Protestan terbesar di Indonesia dengan lebih dari 300 gereja jemaat dan jutaan anggota yang tersebar di berbagai wilayah, merilis pernyataan sikap resmi menyikapi situasi nasional yang memanas sejak akhir Agustus 2025. Pernyataan bertanggal 30 Agustus ini menyatakan duka mendalam atas hilangnya nyawa dan kekerasan yang terjadi, sambil menyerukan dialog damai dan pembatalan kebijakan yang membebani rakyat.

Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Umum Pdt. Setiawati Kumala dan Sekretaris Umum Pdt. Suhadi Setiawardono ini, GKI menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menyayangkan hilangnya kepekaan dan nurani pemerintah serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam merumuskan kebijakan yang semakin membebani masyarakat, sehingga menambah beban hidup rakyat.
  2. Mengecam dengan keras tindakan brutal aparat terhadap masyarakat yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia.
  3. Menghimbau kepada pemerintah dan DPR untuk membatalkan kebijakan-kebijakan yang membebani masyarakat.
  4. Mengajak seluruh masyarakat, termasuk anggota dan simpatisan GKI, untuk tetap berani menyuarakan aspirasi dengan cara-cara yang damai.
  5. Mengajak seluruh anggota masyarakat untuk mendukung kondusifitas situasi dengan tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi dalam menyikapi situasi sosial di sekitarnya.
  6. Menyerukan kepada jemaat-jemaat GKI untuk mendoakan perumusan bangsa Indonesia dalam setiap ibadah dan kegiatan gereja.

“Demikian pernyataan ini kami sampaikan. Kiranya Tuhan menolong kita semua di tengah situasi dan kondisi yang saat ini sedang menerpa bangsa dan negara kita,” tutup pernyataan tersebut.

Pernyataan GKI ini muncul di tengah gelombang protes nasional yang dimulai sejak 25 Agustus 2025, dipicu oleh usulan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR—yang hampir 10 kali lipat upah minimum regional (UMR) DKI Jakarta sekitar Rp5 juta—serta kenaikan pajak, inflasi, pengangguran masif, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan kebijakan pro-elite lainnya. Demonstrasi menyebar ke lebih dari 20 kota, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Medan, dan Sorong, dengan tuntutan mencakup pembubaran DPR, reformasi kepolisian, pengunduran diri presiden dan kabinet, serta akuntabilitas atas korupsi dan kekerasan aparat.

Eskalasi kekerasan mencapai puncak pada 28-30 Agustus, dengan kematian Affan Kurniawan (21 tahun), seorang pengemudi ojek online yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob seberat 11 ton di Jakarta saat mengantar pesanan, memicu bentrokan hebat, pembakaran gedung DPRD Makassar, penjarahan rumah pejabat seperti milik Ahmad Sahroni dan Sri Mulyani, serta aksi perusakan fasilitas umum. Aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, dan water cannon, menyebabkan puluhan luka-luka, ratusan penangkapan (termasuk anak di bawah umur), dan pengerahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penengah. Insiden ini menjadi sorotan media internasional seperti BBC, TRT World (Turki), The Straits Times (Singapura), Bangkok Post (Thailand), The Star (Malaysia), dan Arab News (Arab Saudi), yang menyoroti penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat.

Menurut laporan koalisi masyarakat sipil seperti NU Online, YLBHI, KontraS, dan Amnesty International Indonesia, kekerasan terhadap pembela HAM meningkat sepanjang 2025, dengan 104 kasus serangan pada Januari-Juni, termasuk selama aksi buruh Mei lalu. Presiden Prabowo Subianto telah meminta maaf atas kematian Affan dan memerintahkan investigasi, sementara DPR menyatakan kesepakatan untuk menghentikan tunjangan tersebut, meski protes berlanjut dengan seruan aksi lanjutan dari kelompok seperti Aliansi Perempuan Indonesia pada 1 September.

Sikap GKI selaras dengan pernyataan organisasi keagamaan dan masyarakat sipil lainnya seperti PB PMII, Jaringan GUSDURian, dan Aliansi Perempuan Indonesia, yang menuntut reformasi struktural, penghentian kekerasan, dan kebijakan pro-rakyat. GKI menyatakan akan terus memantau situasi melalui doa dan advokasi damai, sambil mengajak jemaat berkontribusi dalam menjaga stabilitas nasional.