Jelang Idul Adha, Kampung Tusuk Sate Tuban Raup Untung Jutaan Rupiah
Berita Baru, Tuban – Puluhan keluarga di Kelurahan Perbon, Kecamatan/Kabupaten Tuban, meraup keuntungan hingga jutaan rupiah dari pembuatan tusuk sate. Menjelang Idul Adha 1443 H/2022, usaha tersebut meningkat hingga 50 persen dari hari biasanya.
Dalam sehari para pembuat tusuk sate itu mampu membuat 50 ikat tusuk sate dengan cara manual. Untuk menghasilkan seikat tusuk sate, bambu harus dipotong kecil menggunakan gergaji. Setelah itu dipotong lagi menjadi beberapa bagian menggunakan parang/bendo.
Kemudian, proses selanjutnya yaitu bambu dihaluskan dan diruncingkan. Sebelum diambil agen, bakal tusuk sate masih harus dijemur selama sehari penuh untuk menghindari jamuran atau dalam istilah lokal Tuban “Mbawuk”.
Kini kampung tersebut dijuluki Kampung tusuk sate lantaran 80 persen warga berprofesi sebagai pembuat tusuk sate. Adapun julukan lain di gang lingkungan setempat juga familiar disebut gang krupuk karena memang ada pabrik krupuk dikampung tersebut.
“Satu ikat tusuk sate kita jual Rp1000. Biasanya para agen yang datang ke rumah, sehingga kami fokus memproduksinya,” ungkap Sri Rejeki (39) salah satu pembuat tusuk sate yang masih eksis hingga sekarang.
Sri Rejeki belajar menekuni pembuatan tusuk sate mulai dari usia belasan tahun dari ibunya yang bernama Sumarni (60). Keahlian tersebut merupakan warisan keluarga dan mampu menjadi penghasilan harian keluarganya.
“Sejak kecil lihat ibu buat tusuk sate. Jadi, awalnya bantu-bantu dan sekarang sudah mahir,” katanya.
Sedangkan Sumarni di usia senjanya juga nampak eksis menghaluskan bakal tusuk sate. Meskipun tenaganya tak secepat anaknya, namun ia sangat telaten dan tusuk sate buatannya sangat halus.
“Dulu mulai belajar tusuk sate juga dari orang tua. Saat itu umur 25 tahun,” sambungnya sambil terkekeh.
Untuk memproduksi tusuk sate, dalam sepekan keluarga Sumarni membutuhkan 20 batang bambu yang dibelinya dari Kecamatan Semanding dan Merakurak. Untuk pemasarannya menyasar Kecamatan Palang, Tuban Kota, Jenu, dan Merakurak.
Satu batang bambu, Sumarni membelinya Rp25.000. Harga dapat menjadi Rp35.000/batang saat kondisi bambu sulit didapatkan.
“Di Kampung Tusuk Sate dari 30 keluarga, baru satu orang yang menggunakan mesin,” pungkasnya.