100 Ekor Burung Endemik Dilepaskan ke Alam di Puncak HPN 2025 RPS Tuban
Berita Baru, Tuban – Berbagai kegiatan dilakukan Ronggolawe Press Solidarity (RPS) Tuban untuk memperingati Hari Pres Nasional (HPN) 2025. Dimulai dari penanaman pohon dan penyerahan bibit gratis, kemudian dilanjut dengan santunan 100 anak yatim, senam Pound Fit, serta pelepasan 100 burung endemik ke alam di Taman Kota Abipraya Kabupaten Tuban, Minggu (23/2/2025).
Beberapa spesies seperti kutilang (Pycnonotus aurigaster), perkutut (Geopelia striata), dan derkuku (Spilopelia chinensis) dilepaska secara simbolis oleh Ketua RPS, Khoirul Huda, Wabup Tuban, Joko Sarwono, Forkopimda Tuban serta sponsor HPN 2025. Penting untuk mempertimbangkan bahwa pelepasan kembali satwa-satwa ini ke habitat alaminya demi keseimbangan ekosistem.
“Kurang lebih ada 100 ekor burung endemik di lepas di Taman kota Abipraya ini. Burung-burung seperti kutilang, perkutut, dan derkuku memiliki peran penting dalam rantai makanan dan regenerasi hutan,” ujar Ketua RPS Tuban, Khoirul Huda dalam sambutannya.
Kutilang, misalnya, membantu penyebaran biji dari buah yang dikonsumsinya, sementara perkutut dan derkuku berperan dalam mengendalikan populasi serangga kecil dan biji-bijian. Jika populasi mereka berkurang di alam, hal ini bisa mengganggu ekosistem dan mengurangi keanekaragaman hayati.
“Ini juga keberlanjutan dari kegiatan penyerahan 1.500 bibit gratis oleh RPS tahun ini. Ketika banyak pohon yang ditanam, maka burung-burung pun akan memperindah alam,” terang pria yang akrab disapa Huda itu.
Lebih lanjut Huda menegaskan, pelepasan satwa endemik nusantara juga untuk menghindari risiko kepunahan lokal. Permintaan tinggi terhadap burung kicau membuat banyak spesies burung ditangkap dan diperjualbelikan secara berlebihan.
Hal ini menyebabkan penurunan populasi alami mereka. Jika tren ini terus berlanjut tanpa adanya pelepasan kembali, bukan tidak mungkin beberapa spesies akan mengalami kepunahan lokal atau bahkan global.
Dengan melepaskan kembali burung-burung endemik ke alam dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa memelihara burung liar secara masif dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
“Dengan adanya gerakan pelepasan satwa, masyarakat dapat lebih memahami bahwa keindahan burung bukan hanya saat dikurung, tetapi juga ketika mereka bebas di alam,” imbuh Huda.
RPS juga menilai burung yang dikurung dalam waktu lama sering mengalami stres dan penurunan kualitas hidup. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mereka, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit.
Dengan melepas mereka kembali ke alam memberi kesempatan bagi burung untuk hidup sesuai dengan perilaku alaminya, mencari makan sendiri, dan berkembang biak tanpa tekanan dari lingkungan buatan.
Terakhir, burung-burung yang hidup bebas di alam menjadi daya tarik tersendiri bagi ekowisata. Banyak daerah yang mengandalkan wisata burung sebagai salah satu sumber pendapatan, seperti Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Way Kambas.
“Dengan meningkatnya jumlah burung di alam, potensi wisata alam juga akan semakin berkembang, yang pada akhirnya menguntungkan ekonomi lokal,” pungkasnya. (Met)