Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Aliansi Perempuan Indonesia Tuntut Prabowo Cabut Fasilitas DPR
(Foto: Kompas)

Aliansi Perempuan Indonesia Tuntut Prabowo Cabut Fasilitas DPR



Berita Baru, Jakarta – Aliansi Perempuan Indonesia (API), sebuah koalisi lebih dari 50 organisasi perempuan dan hak asasi manusia, merilis pernyataan sikap tajam yang mengecam kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemicu akumulasi kemarahan rakyat.

Pernyataan ini menyoroti kenaikan harga kebutuhan pokok, pajak yang membebani, pengangguran masif, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, perampasan tanah adat, serta kasus keracunan anak-anak akibat Merkuri Beracun Gamping (MBG) di berbagai daerah. Sementara rakyat menanggung kesengsaraan, para pejabat dan anggota DPR justru menikmati tunjangan, fasilitas mewah, dan gaji tinggi, termasuk praktik rangkap jabatan di BUMN.

Pernyataan yang dirilis pada 29 Agustus melalui akun X @tunggalp ini menekankan bahwa demonstrasi rakyat dihadapi dengan represi brutal dari aparat. Ratusan orang ditangkap secara sewenang-wenang, dipukuli, dan diperlakukan tidak manusiawi, dengan gas air mata ditembakkan ke rumah ibadah, tim medis, perempuan, pelajar, dan kelompok rentan seperti masyarakat adat serta penyandang disabilitas. API menyoroti kekerasan di berbagai wilayah, termasuk pemindahan tahanan politik Papua ke Makassar, konflik agraria di Rempang, Sulawesi, dan Maluku Utara, serta ekspansi teritorial militer di area sipil.

“Kondisi ini adalah krisis politik dan kemanusiaan! Negara yang seharusnya melindungi justru melukai. DPR yang seharusnya mewakili rakyat justru menjadi bagian dari mesin penindasan,” bunyi pernyataan tersebut, yang menuduh pemerintahan Prabowo bersifat militeristik, anti-perempuan, dan tidak berpihak pada rakyat. API menilai Prabowo melanggengkan budaya kekerasan dengan menambah batalion, kodam, dan kodim untuk memberangus perlawanan rakyat, sambil memangkas anggaran kesejahteraan dan menaikkan tunjangan DPR.

Pernyataan ini muncul di tengah gelombang protes nasional yang dimulai sejak 25 Agustus, dipicu oleh usulan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR—yang dianggap berlebihan dibanding upah minimum DKI Jakarta Rp5 juta—kenaikan biaya hidup, PHK massal, dan pajak properti. Protes menyebar ke Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, dan kota-kota lain, dengan tuntutan mencakup pembatalan penulisan ulang sejarah Indonesia, pembubaran DPR, serta pengunduran diri presiden, kabinet, dan kepala kepolisian. Pada 28 Agustus, Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas tertabrak kendaraan taktis polisi di Jakarta, memicu eskalasi kekerasan. Pada malam 29 Agustus, bentrokan semakin brutal: mobil dibakar, pos polisi dirusak, ratusan ditangkap, dan puluhan luka-luka akibat gas air mata, peluru karet, serta pemukulan. Di Magelang, puluhan anak di bawah umur ditangkap, sementara di Yogyakarta, rumah sakit kewalahan menangani korban.

Menurut laporan Amnesty International, sepanjang Januari hingga Juni 2025, setidaknya 104 pembela HAM—termasuk aktivis mahasiswa dan perempuan—menjadi korban dalam 54 kasus, dengan 30 kasus intimidasi dan serangan fisik oleh polisi selama aksi damai. Amnesty mencatat bahwa protes publik sering dihadapi dengan kekuatan berlebih, termasuk selama Hari Buruh Mei 2025, dan kebebasan berekspresi terus ditekan. Pada 2024 saja, 344 orang ditangkap saat protes, dengan 152 di antaranya mengalami kekerasan fisik. Kematian Affan menjadi korban fatal pertama dalam protes ini, memicu kemarahan nasional dan tuntutan akuntabilitas.

API menuntut Prabowo bertanggung jawab atas kekerasan, keadilan untuk Affan dan korban lain, pencopotan Kapolri Listyo Sigit Prabowo serta Kapolda, reformasi kepolisian menyeluruh, penghapusan budaya militeristik, penghentian penggunaan senjata terhadap rakyat, pencabutan fasilitas DPR, reformasi perpajakan, transparansi anggaran, penghentian oligarki dan rangkap jabatan, dukungan independensi media, serta evaluasi program pemerintah yang tidak pro-rakyat. Mereka juga menolak impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM dan menuntut pembebasan tanpa syarat bagi massa aksi yang ditahan.

Presiden Prabowo dan Kapolri telah meminta maaf atas insiden Affan serta menjanjikan investigasi transparan, meski protes berlanjut sebagai ujian pertama signifikan bagi pemerintahan Prabowo. API menyatakan akan terus mendukung perjuangan rakyat dan mengajak masyarakat bergabung dalam aksi solidaritas untuk membuka ruang dialog demokratis.