
BMI Dukung Desakan PMKRI Investigasi PT TPL di Kawasan Danau Toba
Berita Baru, Jakarta — Organisasi Bintang Muda Indonesia (BMI) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang mendesak dilakukannya investigasi terhadap operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah Danau Toba, Sumatera Utara. Desakan ini menyusul eskalasi konflik antara perusahaan dan masyarakat adat, yang disertai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, perusakan lingkungan, hingga kriminalisasi warga.
Ketua Umum BMI, Farkhan Evendi, mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan. Ia menyoroti hilangnya hutan adat yang kini digantikan oleh perkebunan eukaliptus, bahan baku utama industri bubur kertas.
“Yang menyedihkan, masyarakat adat justru diposisikan seperti pengganggu di tanahnya sendiri. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas Farkhan dalam keterangannya, Senin (18/8).
BMI mendorong pemerintah untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut. Selain itu, Farkhan menyatakan bahwa perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap perizinan operasional PT TPL apabila terbukti terjadi pelanggaran.
Dorongan Investigasi Independen
BMI juga mendukung inisiatif PMKRI untuk membentuk tim investigasi independen yang melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat adat, akademisi, Komnas HAM, dan Ombudsman RI. Langkah ini dinilai penting demi memastikan transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus.
“Negara tidak boleh abai. Keterlibatan banyak pihak akan menjadi garansi bahwa investigasi berjalan objektif dan berpihak pada kebenaran,” ujar Farkhan.
TPL dan Jejak Konflik Panjang
PT Toba Pulp Lestari, yang merupakan bagian dari Royal Golden Eagle Group milik pengusaha Sukanto Tanoto, mengelola konsesi hutan seluas 167.000 hektare di wilayah Tapanuli. Sejak masa Orde Baru, perusahaan ini disebut-sebut sebagai aktor utama dalam deforestasi dan konflik agraria di kawasan tersebut. Masyarakat adat kehilangan akses terhadap tanah ulayat serta sumber daya alam yang menjadi bagian dari identitas dan kehidupan mereka.
PMKRI, melalui Ketua Lembaga ESDM-nya, Parlin Tua Sihaloho, sebelumnya menegaskan bahwa investigasi harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak setengah hati. “Kalau dibiarkan, hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini bukan lagi soal investasi, tapi soal keadilan,” ucap Parlin.
Warisan Budaya Terancam
BMI dan PMKRI sepakat bahwa konflik ini tidak hanya menyangkut hak masyarakat adat, tetapi juga kelestarian ekosistem Danau Toba — kawasan yang memiliki nilai budaya, sejarah, dan potensi pariwisata yang tinggi. Mereka memperingatkan bahwa jika tidak segera diselesaikan, konflik dapat berdampak jangka panjang terhadap stabilitas sosial dan keberlanjutan lingkungan di wilayah tersebut.
“Pemerintah tidak bisa terus menutup mata. Ini soal keberpihakan: apakah kepada rakyat atau pada kepentingan korporasi,” tutup Farkhan.
Rctiplus.com
pewartanusantara.com
Jobnas.com
Serikatnews.com
Serdadu.id
Beritautama.co
kalbarsatu.id
surau.co
