
Kenang Sosok Kwik Kian Gie Tutup Usia, Didik J. Rachbini: Wariskan Gagasan Kedaulatan Ekonomi
Berita Baru, Jakarta Indonesia kehilangan salah satu tokoh ekonomi dan intelektual publik terkemuka, Kwik Kian Gie. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menko Perekonomian itu wafat dalam usia 89 tahun. Kepergian Kwik meninggalkan duka mendalam sekaligus warisan pemikiran yang tetap relevan dalam dinamika ekonomi nasional.
Ekonom senior INDEF sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menyampaikan belasungkawa dan mengenang kiprah Kwik sebagai tokoh yang konsisten menjalankan fungsi check and balances terhadap kebijakan ekonomi pemerintah sejak era Orde Baru hingga masa Reformasi.
“Pada tahun 1980-an, ketika jumlah kaum terpelajar di bidang ekonomi masih terbatas, Kwik sudah menempuh pendidikan tinggi di Nederlandse Economische Hogeschool Rotterdam (sekarang Erasmus University). Ia menjadi sosok yang berpengaruh karena kritik-kritiknya di media massa sangat tajam dan didengar luas,” ujar Didik dalam keterangannya, Senin (29/7).
Pada dekade 1990-an, ketika banyak ekonom memilih bergabung dalam struktur pemerintahan Orde Baru, Kwik tetap berada di luar sistem. Ia memainkan peran penting sebagai penyeimbang melalui forum publik dan media. Bersama sejumlah tokoh seperti Sjahrir, Rizal Ramli, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, hingga Didik Rachbini sendiri, Kwik menjadi bagian dari “Kelompok Ekonomi 30” yang aktif memberikan pandangan alternatif terhadap dominasi Mafia Berkeley di balik kebijakan ekonomi Orde Baru.
“Meski banyak saran akademik sudah disampaikan sejak pertengahan 1990-an, dominasi ekonom Orde Baru begitu kuat hingga akhirnya sistem itu runtuh saat krisis 1997,” ujar Didik.
Kwik dikenal sebagai figur independen dan kritis, bahkan ketika menjabat dalam pemerintahan pasca-Reformasi. Ia pernah menjadi Kepala Bappenas pada era Presiden Abdurrahman Wahid (1999–2000), dan Menko Ekuin di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri (2001).
Namun, posisi dalam pemerintahan tidak membungkam sikap kritisnya. Kwik tetap menyuarakan pentingnya kedaulatan ekonomi nasional dan menghindari ketergantungan terhadap utang luar negeri maupun lembaga seperti IMF.
“Baginya, ketergantungan semacam itu akan menimbulkan subordinasi politik kepada kekuatan asing. Karena itu, ia selalu mengingatkan bahaya jebakan utang dan mengkritik oligarki ekonomi-politik,” ujar Didik.
Salah satu kritiknya yang paling dikenal adalah terhadap para konglomerat hitam, yakni kelompok bisnis besar yang dekat dengan kekuasaan dan mengeruk keuntungan lewat lisensi negara, namun tidak memberi manfaat bagi masyarakat luas.
Kwik juga menaruh perhatian besar pada peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, BUMN adalah separuh dari ekonomi nasional dan aset strategis yang harus dijaga. “Karena itu, ia menekankan pentingnya mempertahankan BUMN agar tidak jatuh ke tangan kekuatan pasar yang hanya mementingkan laba. Dalam konteks hari ini, ia tentu akan melihat kegagalan Danantara sebagai sesuatu yang tidak boleh terjadi,” ujar Didik.
Dengan kepergian Kwik Kian Gie, Indonesia kehilangan satu dari sedikit intelektual publik yang setia menyuarakan kebenaran meski berisiko berseberangan dengan kekuasaan. Namun, warisan pemikirannya tentang kedaulatan, independensi ekonomi, dan peran strategis negara dalam ekonomi tetap hidup dan menjadi rujukan bagi generasi baru.
Rctiplus.com
pewartanusantara.com
Jobnas.com
Serikatnews.com
Serdadu.id
Beritautama.co
kalbarsatu.id
surau.co
