Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ketum BMI: Kepahlawanan Harus Jadi Kompas Moral Bangsa, Bukan Sekadar Gelar Kehormatan
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Bintang Muda Indonesia (DPN BMI), Farkhan Evendi

Ketum BMI: Kepahlawanan Harus Jadi Kompas Moral Bangsa, Bukan Sekadar Gelar Kehormatan



Berita Baru, Jakarta — Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Bintang Muda Indonesia (DPN BMI), Farkhan Evendi, menanggapi polemik penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Menurut aktivis muda yang akrab disapa Gus Farkhan, makna kepahlawanan tidak boleh direduksi menjadi sekadar penghargaan terhadap individu. Ia menilai, kepahlawanan sejatinya merupakan kompas moral kolektif bagi bangsa untuk memahami sejarah secara jujur dan mendidik generasi muda membedakan nilai benar dan salah.

“Kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif — cara bangsa mendidik anak-anaknya mengenali mana yang pantas dihormati dan mana yang harus dijadikan pelajaran sejarah,” ujar Gus Farkhan dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (10/11).

Ia menilai, perdebatan publik atas keputusan pemerintah memberi gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan konsekuensi dari kurangnya sensitivitas moral negara dalam memahami makna kepahlawanan itu sendiri.

“Kita tentu perlu menghargai jasa para pemimpin bangsa dengan segala konteks zamannya. Namun kedewasaan itu tidak boleh menutup mata terhadap kesalahan masa lalu, apalagi bersembunyi di balik kata ‘rekonsiliasi’,” tegasnya.

Lebih jauh, Farkhan menekankan bahwa kepahlawanan sejati tidak terletak pada kemegahan personal atau gelar simbolik, melainkan pada keteladanan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang diwariskan kepada masyarakat.

“Kepahlawanan bukan kemegahan personal. Di dalamnya terkandung tanggung jawab moral untuk menuntun arah bangsa agar tetap berpihak pada kebenaran,” ujarnya.

Ia juga mengkritik alasan rekonsiliasi yang digunakan pemerintah dalam keputusan tersebut. Menurutnya, sikap itu menunjukkan inkonsistensi negara dalam memperlakukan sejarah.

“Kalau rekonsiliasi dijadikan alasan, mestinya negara juga berani mengakui peran tokoh-tokoh kiri Indonesia yang turut melawan kolonialisme dan imperialisme,” tambah pemimpin organisasi sayap Partai Demokrat itu.

Menutup pernyataannya, Gus Farkhan berharap bangsa Indonesia memiliki keberanian untuk merekonsiliasi diri dengan kejujuran sejarah, bukan dengan menutupi kesalahan masa lalu, agar dapat menjadi pelajaran moral yang diwariskan kepada generasi penerus.