
Mas Tamam, Melawan Kemustahilan, Membangun Pemberdayaan
Opini: Imam S. Arizal*)
“There is nothing impossible to him who will try.”
– Alexander the Great –
Apa yang disampaikan oleh Alexander the Great di atas kiranya relevan dengan perjalanan Baddrut Tamam. Sesuatu yang oleh sebagian orang dianggap mustahil, dengan tangan dinginnya, menjadi kenyataan. Salah satunya pembangunan 1000 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) pesantren.
Ketika melontarkan gagasan membangun 1000 dapur makan bergizi gratis (MBG) segmen pesantren tanpa modal, banyak yang tidak mempercayainya. Orang-orang sekelilingnya pun nyinyir. Sebab bagi kebanyakan orang, membangun dapur MBG butuh biaya yang tidak sedikit. Miliaran rupiah. Mayoritas pesantren belum mampu membiayai pembangunan dan modal awal untuk operasional dapur secara mandiri.
Tapi mantan Bupati Pamekasan kelahiran 2 Desember 1976 itu tidak berfikir seperti orang kebanyakan. Dia punya prinsip, untuk mencapai kemajuan, seseorang harus berfikir out of the box. Dia mungkin tak seekstream Napoleon Bonaparte yang menghapus kata ‘impossible’ dalam kamus hidupnya. Tapi, baginya, kemustahilan itu akan menjadi kenyataan jika dijalani dengan sungguh-sungguh.
Ketua Komite Percepatan Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia (KPPM RI) itu awalnya memetakan permasalahan yang dihadapi pesantren dalam upaya membangun dapur MBG. Sebab selain finansial, pesantren juga punya keterbatasan mengakses secara langsung kepada Badan Gizi Nasional (BGN).
Atas permasahalan yang komplit itu, dia berfikir tentang pentingnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan. Ada tiga kementerian yang dijahit untuk percepatan pembangunan dapur MBG pesantren. Yakni, Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) melalui KPPM RI, Badan Gizi Nasional dan Kementerian Keuangan melalui Badan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Kolaborasi itu diperkuat dengan keterlibatan koperasi BMT NU Jawa Timur sebagai penyalur modal PIP ke pesantren.
Kini pembangunan 1000 dapur MBG pesantren itu secara bertahap telah berjalan. Launching pembangunannya dilakukan di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, Jawa Timur, Senin (26/5/2025). Menko PM Abdul Muhaimin Iskandar, Kepala BGN Dadan Hindayana dan Direktur Utama PIP Ismed Saputra beserta tokoh lainnya hadir langsung dalam acara tersebut.
Spirit Pemberdayaan
Ada tiga spirit yang diungkapkan oleh Mas Tamam terkait pembangunan 1000 dapur MBG pesantren. Pertama, sebagai ikhtiar untuk mendukung dan mempercepat program pemerintah. Kedua, untuk melayani pesantren terutama dalam pemenuhan gizi santri agar menjadi generasi hebat masa depan. Ketiga, sebagai kerja pemberdayaan pesantren dan masyarakat sekitar.
Dari tiga spirit itu, dia ingin menegaskan bahwa kolaborasi antar kementerian atau lembaga bukan sebatas kepentingan percepatan program, tetapi lebih kepada kerja pemberdayaan. Baginya, memberdayakan pesantren berarti membantu lembaga pendidikan tersebut menyiapkan generasi unggul masa depan. Yakni generasi yang sehat, berkarakter dan berwawasan luas.
Kerja-kerja pemberdayaan itu diilhami oleh orang-orang hebat di belahan dunia. Dia memegang teguh ajaran Nabi Muhammad bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lainnya (khairunnas anfa’uhum linnaas). Menurutnya salah satu nilai manusia yakni ketiga bisa menebar manfaat bagi sesama sebelum ajal menimpa. Atau seperti yang dikatakan pengusaha dermawan Amerika Serikat Andrew Carnegie, “Orang yang mati dengan meninggalkan kekayaan berlimpah, tanpa memberi manfaat bagi sesama, mati dalam kehinaan.”
Ia juga mengaku terinspirasi dari kisah perjalanan peraih Nobel Perdamaian 2006 Muhammad Yunus. Saat Bangladesh mengalami krisis kelaparan pada Maret-Desember 1974, Yunus hadir menawarkan solusi kemanusian dan pemberdayaan. Yunus memelopori standar kemuliaan orang kaya dengan ukuran kesukarelaannya mengembangkan lembaga filantropi, dana amanah, dan berbagai bentuk social entrepreneurship.
Untuk mengatasi kemiskinan, Yunus memutuskan untuk memberikan pinjaman jangka panjang kepada orang-orang yang ingin memulai usaha kecil mereka sendiri. Dalam situs nobelprize.org disebutkan, inisiatif ini diperluas dalam skala yang lebih besar melalui Grameen Bank yang didirikannya pada 1983. Melalui bank ini, Yunus memberikan pinjaman kecil kepada orang miskin dengan persyaratan mudah, yang disebut kredit mikro.
Menurut Yunus, kemiskinan berarti kehilangan semua nilai kemanusiaan. Ia memandang kredit mikro sebagai hak asasi manusia sekaligus cara efektif untuk keluar dari kemiskinan. Berkat peran Yunus dan Grameen Bank, Bangladesh mengalami pertumbuhan ekonomi dan sosial yang signifikan.
Merubah Burung Emprit Jadi Garuda
Kerja-kerja pemberdayaan semacam ini bukan kali pertama dilakukan Mas Tamam. Saat menjabat Bupati Pamekasan periode 2018-2023, banyak program pemberdayaan yang dilakukan. Mulai dari beasiswa santri, pelatihan kewirausahaan, hingga beasiswa kedokteran dan beasiswa belajar di luar negeri bagi pelajar yang mengalami keterbatasan ekonomi.
Tahun ini sudah ada ada empat dokter dengan latar belakang ekonomi terbatas lulus Fakultas Kedokteran Unair berkat program Mas Tamam saat menjadi Bupati Pamekasan. Tahun ini pula, empat orang anak dari keluarga kurang mampu telah lulus sarjana teknik di Yangzhou Polytechnic Institute China. Banyak pula pengusaha-pengusaha baru yang juga tumbuh berkembang di Pamekasan.
Dia punya prinsip, setiap anak bangsa pasti akan sukses jika diberi kesempatan. Anak-anak orang miskin bisa menjadi hebat jika dibantu untuk mengenyam pendidikan yang terbaik, bakatnya diasah. Anak-anak petani, nelayan, atau buruh yang miskin bisa sukses jika negara hadir.
Itulah kerja pemberdayaan. Yakni, merubah yang kecil menjadi besar. Melawan yang mustahil menjadi kenyataan. Menyulap burung emprit menjadi burung garuda agar dengan sayapnya yang besar bisa terbang bebas di alam raya Indonesia.
Menurutnya, untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju yang dibutuhkan bukan hanya tersedianya sumber daya alam. Tetapi masyarakat harus berdaya dan generasi muda memiliki pengetahuan yang luas dan berdaya saing global.
Di sinilah relevansi fasilitasi pembangunan dapur MBG pesantren. Jika pesantren sudah punya daput MBG sendiri, maka efeknya sangat besar. Termasuk bisa menjadikan pintu masuk mewujudkan pesantren yang maju dan mandiri.
Bagi Tamam, membangun manusia Indonesia harus dimulai dari ketersediaan pendidikan berkualitas untuk mencetak manusia unggul. Pendidikan yang berkualitas adalah kunci untuk membekali generasi muda dengan keterampilan, keahlian, serta pengetahuan yang diperlukan dalam menghadapi tantangan dunia. Dengan menciptakan generasi unggul, termasuk dari kalangan pesantren, kita punya harapan yang besar menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2045.
*Imam S. Arizal, analis politik, Ketua PC ISNU Pamekasan.
Rctiplus.com
pewartanusantara.com
Jobnas.com
Serikatnews.com
Serdadu.id
Beritautama.co
kalbarsatu.id
surau.co

