Pendapatan Pedagang Parkir Wisata Sunan Bonang Anjlok, DPRD Tuban Siap Tindaklanjuti
Berita Baru, Tuban ‐ Komisi I DPRD Kabupaten Tuban menggelar rapat audiensi di ruang rapat paripurna bersama paguyuban pedagang parkir Wisata Sunan Bonang untuk membahas persoalan pemusatan parkir yang belakangan berdampak signifikan pada pendapatan mereka, senin (13/10/2025).
Para pedagang mengeluhkan adanya penyebaran titik parkir di berbagai lokasi semenjak pandemi COVID-19 sampai sekarang, yang membuat pengelolaan parkir menjadi tidak efektif dan berdampak pada pendapatan mereka yang menurun drastis.
Ketua Komisi I DPRD Tuban, Suratmin kepada awak media menyampaikan, para pedagang di parkir wisata sunan bonang menuntut agar pemerintah daerah hanya menetapkan satu lokasi titik parkir saja yaitu di Kebonsari, untuk mempermudah pengelolaan dan memastikan pendapatan mereka kembali stabil.
Para pedagang meminta keputusan ini segera direalisasikan, sehingga keberadaan pedagang di parkir wisata sunan bonang tetap memberikan manfaat bagi masyarakat sekaligus mendukung kelancaran wisata religi di Sunan Bonang.
“Ini menjadi pekerjaan rumah kami bersama OPD terkait, agar kebijakan yang diambil nanti tidak hanya menguntungkan salah satu pihak,” ujar Suratmain kepada awak media.
Sementara itu, ketua Paguyuban Parkir Wisata Sunan Bonang Tuban, Sutiyono, kepada awak media, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lemahnya penegakan aturan terkait penertiban parkir liar di kawasan wisata religi tersebut.
Menurutnya, seluruh bus wisata harus mematuhi aturan parkir di lokasi resmi yang telah disediakan oleh pemerintah. Mereka juga meminta agar praktik parkir liar atau settle-settle yang marak terjadi segera dihentikan karena dinilai melanggar ketentuan dan merugikan pengelola parkir resmi.
“Kami sudah menunggu selama empat tahun, tapi pemerintah belum juga memberikan kepastian,” kata Sutiyono.
Sutiyono menambahkan, meski akhir pekan biasanya menjadi saat yang ramai, penghasilannya tetap minim. Rata-rata ia hanya mendapat sekitar 100 ribu rupiah, dan itu pun harus dipotong untuk retribusi serta biaya listrik.
“Setelah dipotong semuanya, yang tersisa hanya sekitar 30 ribu rupiah. Bayangkan, ini untuk seharian kerja keras di tengah keramaian orang,” tegas Sutiyono. (Sgt/Met)