Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

TAUD Kecam Penangkapan Sewenang-wenang Aktivis di Tengah Gelombang Protes
(Foto: Antara)

TAUD Kecam Penangkapan Sewenang-wenang Aktivis di Tengah Gelombang Protes



Berita Baru, Jakarta – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), sebuah koalisi organisasi pembela hak asasi manusia (HAM) yang mencakup lembaga seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, dan Amnesty International Indonesia, merilis pernyataan sikap yang mengecam penangkapan aktivis mahasiswa Khariq Anhar sebagai bentuk kriminalisasi dan pelanggaran prosedur hukum. TAUD menilai insiden ini sebagai upaya penggembosan aksi massa dan pengalihan isu di tengah situasi protes nasional yang memanas.

Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau (UNRI) yang aktif sebagai pegiat sosial media dengan akun yang memiliki ribuan pengikut, ditangkap di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 08.00 WIB pada Jumat (29/8/2025) saat hendak terbang ke Pekanbaru. Menurut TAUD, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah atau administrasi penyidikan, disertai kekerasan berupa pemukulan dan teriakan kasar. Khariq langsung dibawa ke Polda Metro Jaya dan “diperiksa” di Subdit IV Direktorat Reserse Siber, dengan penyitaan ponselnya.

Baru setelah didampingi tim kuasa hukum dari TAUD, polisi menyatakan bahwa Khariq diduga melanggar Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016 dan UU Nomor 1 Tahun 2024. Khariq dikenal aktif menyuarakan isu demonstrasi nasional sejak 25 hingga 28 Agustus 2025 melalui postingan di platform X dan media sosial lainnya, termasuk kritik terhadap kebijakan pemerintah seperti tunjangan DPR Rp50 juta per bulan, kenaikan pajak, dan PHK massal. TAUD menduga penangkapan ini bertujuan menghalangi kebebasan berekspresi dan mencari “kambing hitam” untuk meredam aksi protes yang telah menyebabkan ratusan penangkapan dan puluhan korban luka di berbagai kota.

Dalam pernyataannya, TAUD menyatakan bahwa tindakan Khariq merupakan kritik sah terhadap kebijakan publik, dilindungi oleh Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta Pasal 23 dan Pasal 25 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, sehingga proses hukum ini adalah pelanggaran HAM dan bertentangan dengan Pasal 71 UU HAM. Mereka juga menyoroti pelanggaran hukum acara pidana (KUHAP) dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, termasuk penangkapan tanpa surat, keterbatasan akses bantuan hukum, dan pemaksaan pemeriksaan yang melanggar praduga tak bersalah. TAUD menilai penggunaan UU ITE sebagai pola berulang untuk membungkam kritik, di mana pasal-pasal tersebut sering disalahgunakan tanpa memenuhi unsur pidana.

Insiden ini terjadi di tengah eskalasi protes nasional yang dimulai 25 Agustus, dengan tuntutan mencakup pembatalan tunjangan DPR, reformasi pajak, dan akuntabilitas atas kematian Affan Kurniawan—pengemudi ojek online yang tewas tertabrak kendaraan polisi pada 28 Agustus. Protes telah menyebabkan bentrokan di Jakarta, Yogyakarta, dan kota lain, dengan Amnesty International mencatat setidaknya 104 pembela HAM menjadi korban serangan pada Januari-Juni 2025, termasuk selama aksi May Day. Pada 2024, tercatat 344 penangkapan terkait protes, dengan 152 kasus kekerasan fisik.

TAUD mendesak Kapolda Metro Jaya untuk segera hentikan penyidikan karena bertentangan dengan HAM dan KUHAP, serta meminta Komnas HAM, Ombudsman RI, dan LPSK melakukan pemantauan atas dugaan pelanggaran. Organisasi ini, yang telah aktif mendampingi korban kriminalisasi sejak aksi May Day 2025, menyatakan akan terus memantau kasus ini sebagai bagian dari advokasi reformasi struktural Polri.