Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mahasiswa KKN UM Surabaya Ciptakan Inovasi Komposter Sebagai Alternatif Penggunaan Pupuk Organik.

Mahasiswa KKN UM Surabaya Ciptakan Inovasi Komposter Sebagai Alternatif Penggunaan Pupuk Organik.



Berita Baru, Tuban – Kelompok 20 sebanyak 18 mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) Universitas Muhammadiyah Surabaya di Desa Jatimulyo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, menciptakan inovasi baru dengan membuat sebuah komposter penghasil pupuk organik cair berbahan dasar berupa sampah organikdan sampah basah yang mudah membusuk, seperti sisa bahan makanan yang tidak digoreng, dedaunan, dan rerumputan yang banyak di jumpai di sekitar desa. Sistem yang digunakan dalam komposter ini adalah sistem aerob. Sistem aerob merupakan sistem yang memerlukan adanya lubang ventilasi untuk membantu proses pembusukan.

Menurut salah satu mahasiswa KKN 20 UM Surabaya, Ferry Ardiansyah menjelaskan, bahwa dia menghadirkan alat ini karena terinspirasi dari cerita Bapak Hartoyo, Kepala Desa Jatimulyo yang sangat mengharapkan warganya untuk beralih pada pupuk organik dan berharap para mahasiswa KKN dapat membantu memberikan inovasi di desanya, sesuai tagline KKN UMSurabaya tahun ini yakni, “Ekspedisi Inovasi, Bakti, Bukti, Gemati”. Mayoritas mata pencaharian penduduk di desa Jatimulyo sebagai petani padi. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan mahasiswa, mayoritas warga desa Jatimulyo menyewa sawah sehingga penerapan pupuk kimia lebih efektif karena terbilang instan dan hanya membutuhkan waktu yang singkat. Sedangkan pupuk organik membutuhkan waktu lebih lama dalam memberikan hasil meskipun hasil yang diperoleh akan bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama.

Ferry Ardiansyah menjelaskan, alat ini terbuat dari dua ember yang nantinya akan disusun bertingkat. Ember susunan atas merupakan ember pembuatan pupuk padat dan pada bagian sisi bawah ember akan diberi lubang sebagai penyaring supaya sampah padat tidak jatuh ke ember pupuk cair dibawahnya. Kemudian ember tersebut perlu ditambahkan dua lubang pada samping atas ember dengan jarak sekitar 12 cm dari tutup ember sebagai lubang aerasi.

Sedangkan, pada susunan bawah merupakan ember yang digunakan untuk menampung pupuk cair. Ember untuk pupuk cair ini perlu diberikan keran pada bagian bawahnya sebagai tempat keluarnya pupuk organik cair yakni sekitar 6 cm dari sisi bawahnya. Kemudian bagian tutup ember akan diberikan lubang sesuai dengan diameter bagian bawah ember pupuk padat.

Mahasiswa KKN UM Surabaya Ciptakan Inovasi Komposter Sebagai Alternatif Penggunaan Pupuk Organik.

Ferry Ardiansyah juga menambahkan pupuk padat dapat dipanen dalam kurun waktu 3 bulan dengan bantuan EM4 (Effective Microorganisms 4). Adapun dosis penggunaan EM4 sendiri adalah tiap 3 kg sampah akan diberikan campuran EM4 dengan air sebanyak  100 mL dan 400 mL air. Pada tahapan ini, pencampuran bahan baku harus terbebas dari bahan kimia, karena bahan kimia dapat menghambat proses pembusukan dalam pupuk.

Proses penyiraman pupuk dapat dilakukan satu minggu sekali ketika sampah mencapai berat 3 kg. Adapun pengaplikasian pupuk padat itu dengan mencampurkan tanah hitam pada perbandingan 1:1. Dari hasil pembusukan tersebut akan menghasilkan cairan sampah yang terfiltrasi dari lubang ember sampah padat menuju ember sampah cair. Nah, cairan inilah yang disebut pupuk organik cair. Adapun pupuk organik cair ini dapat dipanen 1 bulan sekali dan hasil panen pupuk cair ini dapat disimpan dalam kurun waktu 1 tahun di dalam botol plastik yang diberi lubang pada tutupnya. Dan pengaplikasian pupuk organik cair ini adalah mencampurkannya dengan air sejumlah 1:25.

Mahasiswa KKN UM Surabaya Ciptakan Inovasi Komposter Sebagai Alternatif Penggunaan Pupuk Organik.

Komposter ini sangat efektif dan efisien. Kelebihan alat ini adalah ramah lingkungan. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, yang diproduksi dari pabrik bila digunakan terlalu sering dan lama akan dapat merusak tanah. Selain itu, pupuk organik dapat memperbaiki kualitas tanah dan mempertahankan kesuburan dalam jangka waktu yang lama dan secara tidak langsung.

Ditambah lagi, biaya pembuatannya sangat terjangkau. Warga dapat membuat sendiri dengan bahan bekas seperti ember bekas, drum bekas, tong bekas atau wadah sejenis lainnya yang dapat menampung sampah dalam jumlah banyak.

Disisi lain dengan adanya komposter ini dapat membiasakan warga memilah sampah organik dan anorganik sehingga permasalahan lingkungan seperti permasalahan sampah rumah tangga dapat diatasi, apabila dikelola untuk pembuatan pupuk ataupun kompos, sebab bahan pembuatan pupuk organik cair merupakan sampah organik yang sebagian besar sampah yang berasal dari rumah tangga. Alat ini kami buat sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga dapat menjadi solusi bagi petani Desa Jatimulyo.

“Kegiatan ini juga mengajak warga terbiasa memisahkan sampah organik dan anorganik. Untuk pemberian komposter ini, dapat diproyeksikan untuk beberapa rumah, kemungkinan dapat 2 rumah yang dapat diberikan pupuk tersebut.” ujar mahasiswa Program Studi Arsitektur tersebut.

Harapannya, pada pupuk organik ini dapat membantu para petani di desa Jatimulyo, meskipun tidak secara khusus bisa merubah peralihan pada pupuk kimia pada warga desa, tetapi mereka bisa menjadikan alternatif pupuk organik ini untuk dikombinasikan dengan pupuk kimia mereka untuk penggunaan jangka panjang. Proses edukasi ini sendiri tentu memerlukan waktu yang cukup lama namun berbenturan dengan waktu pelaksanaan KKN hanya selama kurun waktu 1 bulan di desa Jatimulyo itu dapat merubah kebiasaan dari warga, harapannya kebiasaan ini dapat terus dilakukan oleh Karangtaruna, Ibu PKK, Posyandu, dan lembaga desa setempat. (ann/ang)