Berita Tuban Hari Ini NASIONAL
SP2P Tolak SK KLHK No.SK.287 KHDPK Karena Mengancam Hutan Jawa
Berita Baru, Tuban – Karyawan Perhutani melakukan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2022, untuk menolak SK KLHK No.SK.287 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolahan Khusus (KHDPK). Karena dianggap memberikan ruang kepada kelompok tertentu. Sehingga mereka menuntut agar SK tersebut segera dicabut.
KHDPK keseluruhan luas kawasan hutan yang dimaksud dalam SK KLHK No.SK.287 tersebut adalah seluas 1.103.941 hektar. Terdiri 202.988 hektar di provinsi Jawa Tengah, yang masing-masing berupa kawasan hutan produksi seluas 136.239 hektar dan kawasan hutan lindung seluas 66.749 hektar. Kemudian seluas 338.944 hektar di wilayah Provinsi Jawa Barat, yang terdiri seluas 163.427 hektar berupa kawasan hutan produksi dan seluas 175.517 hektar berbentuk kawasan hutan lindung.
Di Provinsi Banten ada seluas 59.978 hektar yang berada pada kawasan hutan produksi seluas 52.239 hektar. Di kawasan hutan lindung seluas 7.740 hektar. Di Provinsi Jawa Timur luasnya mencakup 502.023 hektar, dengan rincian kawasan hutan produksi seluas 286.744 hektar dan yang berupa kawasan hutan lindung luasnya 215.288 hektar.
Hal itu disampaiakan Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P), Sabtu 28 Mei 2022 ketika menggelar seminar “Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dan Eksistensi Hutan Jawa” di Gedung Graha Sabha Pramana, komplek Kampus Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.
Pada kesempatan ini dibahas soal Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nomor nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tertanggal 5 April 2022 tentang Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Hadir sebagai narasumber, Sekeretaris Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono menyampaikan bahwa spirit dari sosialisasi ini adalah mengimplementasikan UUD 1945 Pasal 33. Perekonomian disusun sebagai usahektar bersama berdasar azaz kekeluargaan.
“Oleh sebab itu negara hadir memberikan kesejahteraan pada masyarakat terhadap pengelolaan hutan negara. Hal ini tentu sesuai dengan Nawa Cita presiden mengimplementasikan reforma agraria yang berkeadilan bagi semuam,” katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana Seminar yang sekaligus Ketua SP2P, Heri Nur Afandi, menyampaikan bahwa sesuai hasil rapat kerja nasional (Rakernas) menyepakati menolak SK 287 tentang KHDPK.
Karena tidak mencerminkan prinsip pengelolaan hutan lestari yaitu hutan sebagai kawasan konservasi sebagai tempat flora dan fauna tetap terjaga. Heri mengkawatirkan apabila SK ini di laksanakan akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan hutan di pulau Jawa serta konflik horizontal di masyarakat berkepanjangan.
“Akibat perebutan hektark garap lahan yang selama ini sudah dikerjakan oleh masyarakat yang bekerjasama dengan Perhutani. Bagaimana dengan kemampuan entitas baru pengelola KHDPK? Oleh karena itu, wajar apabila karyawan Perhutani sebagai rimbawan meragukan kebijakan Pemerintah yang baru saja keluar tersebut,” ungkap Heri.
Dalam seminar yang dimoderatori oleh Yuwono, staff pengajar Fakultas Kehutanan UGM terungkap sejumlah hal. Diantaranya akan ada pihak yang akan melakukan judicial review PP23 pasal yang mengatur KHDPK. Di wilayah kerja Perhutani di Jawa Barat sudah terjadi pematokan lahektarn Perhutani yang diklaim masyarakat atas nama SK KHDPK.
Selain itu potensi akan terjadi pemberhentian kerja (PHK) karyawan Perhutani akibat pengurangan luasan kawasan pengelolaan. Serta keberlangsungan pengelolaan kawasan hutan. Apakah pengelola yang baru memiliki kemampuan untuk mengelolannya seperti yang dilakukan Perhutani puluhan tahun selama ini.
Mulai dari perencanaan, operasional hingga proses akhirnya. Proses kekosongan pengelola dari Perhutani ke pengelola baru juga rawan terjadi konflik dan potensi masalah lainnya yang akan timbul.
Untuk diketahui, seminar ini diikuti dari berbagai kalangan. Mulai dari rimbawan, masyarakat pemerhati kelestarian hutan, akademisi, masyarakat kawasan hutan, hingga praktisi media.