Nature Gender, Profesor UNS dan Pemerhati Gender Senior Ini Apresiasi Implementasi PUG di KLHK
Berita Baru, Jakarta – Profesor di bidang Administrasi Publik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta (Fisip UNS), Ismi Dwi Astuti Nurhaeni mengapresiasi implementasi pengarusutamaan gender (PUG) di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena telah menjadi salah satu Pioneer dalam upaya mewujudkan neutral gender menjadi nature gender.
“Nature gender sudah mulai terbangun dengan baik di KLHK,” ujar Ismi saat mengikuti podcast seri ke-3 yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF), Kelompok Kerja (Pokja) PUG KLHK, dan Beritabaru.co dengan tajuk Implementasi Gender dalam Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jumat (24/12).
Pemerhati gender senior itu juga mencatat, terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Republik Indonesia sebenarnya ternyata belum cukup untuk meningkatkan kesadaran gender di masyarakat.
“Ternyata soal gender ini tidak bisa dilakukan dengan hanya asal perintah, tapi harus diintegrasikan dalam kebijakan pemerintah, maka ya hasilnya Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000 itu. Dan sejak tahun itu, mestinya gender sudah diintegrasikan,” imbuhnya.
Selain itu, pada tahun 2012, pemerintah juga menerbitkan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG). PPRG murni disusun untuk mendorong percepatan PUG di Indonesia.
“Istilahnya itu percepatan PUG melalui PPRG yang hari ini oleh Kementerian driver sedang dipersiapkan untuk menjadi regulasi yang sifatnya Peraturan Presiden. Jika sudah menjadi Perpres, maka kekuatan hukumnya lebih kuat,” papar Ismi.
Karena itu, menurut Ismi, salah bentuk konkrit dari implementasi PUG di KLHK adalah dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian.
“Salah satu bentuk konkret nya itu tertuang di dalam RPJMN, kalau nasional. Kalau di Kementerian Renstra KL HK yang responsif gender. Jadi responsivitas gender itu sudah tertuang dalam dokumen Renstra itu. Terus dari terus dari KL HK itu sendiri masuk ke Renstra unit-unit eselon 1,” imbuhnya.
Selain itu, Ismi juga mengapresiasi kegiatan Festival Gender yang digelar KLHK sejak tahun.
“Bu Menteri [Siti Nurbaya Bakar. Red] membuat statement, bahwa pengarusutamaan gender itu harus membumi. Kalau hanya di unit eselon 1 terlalu lama. Maka di tahun 2021 mulai di-launching apa yang dikenal dengan Festival Gender, yang diawali dengan kegiatan kegiatan belajar bersama selama 5 bulan dengan 40 leaders, dan 1.000 ASN yang ada di seluruh Indonesia. Itu barang-barang belajar gender,” ucapnya.
Dengan demikian, Ismi menekankan bahwa implementasi KLHK sekarang sudah mencapai level tapak agar muncul keterbukaan aksesibilitas untuk memanfaatkan hutan atau mengelola hutan lestari seluas-luasnya bagi perempuan dan laki-laki.
“Maka sekarang ini gender itu sudah sampai di apa yang didefinisikan sebagai nature gender,” imbuhnya.
Akan tetapi, Ismi juga menggaris bawahi bahwa ketersediaan fasilitas seperti ruang laktasi dan penitipan itu masih belum cukup. Pasalnya, bicara PUG, bicara adanya pemerataan hingga level tapak.
“Dan yang sedang kami lakukan hari ini adalah yang terakhir itu, yakni bagaimana PUG bisa sampai level tapak. Misalnya, perempuan harus kita pastikan mendapatkan akses yang sama dengan laki-laki terkait hak kelola hutan,” jelas Ismi.