Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kades Socorejo Tanggapi Santai Adanya Plang Hak Kepemilikan Tanah di Pantai Semilir

Kades Socorejo Tanggapi Santai Adanya Plang Hak Kepemilikan Tanah di Pantai Semilir



Berita Baru, Tuban – Plang hak kepemilikan tanah atas nama H.Salim Mukti-Hj.Sholikah terpasang di area Pantai Semilir Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.

Pemasang plang tanah tersebut merupakan ahli waris dari Hj.Sholikah yang bernama Abdul Latif, Tukhayatin, Syafi’i, Rosyidah, Mariyatin, Mukhlisah, dan Faizatul K.

Dalam hal ini, keluarga Hj.Sholikah mengeklaim bahwa tanah seluas 32.646 meter persegi di area wisata Pantai Semilir itu milik keluarganya.


Namun hal itu ditanggapi santai oleh Kepala Desa Socorejo, Zubas Arief Rahman Hakim. Ia menganggap hal seperti ini biasa saja dan bukan masalah krusial.

“Yang jelas kalau di dalam buku C Desa bahwa luas lahan yang dipermasalahkan seluas 16.000 meter persegi,” ujar pria yang akrab di sapa Kang Arief itu.

Kades Socorejo Tanggapi Santai Adanya Plang Hak Kepemilikan Tanah di Pantai Semilir

Kang Arief menambahkan, bahwa dirinya sudah menyampaikan ke Bu Rosyidah selaku ahli waris, pada mediasi terakhir di Kecamatan Jenu. Ia juga mempersilahkan untuk menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Tuban.

“Pemasangan plang itu hak mereka sebagai upaya klaim,” ujar Kades Arief dengan santai saat ditemui awak media di kantor desa setempat, Jumat (1/7/2022).

Lebih lanjut Kades menegaskan, sebagai aparatur desa dirinya juga bertindak berdasarkan data dan dokumen. Dalam kasus tanah di Semilir, sebaiknya diselesaikan di pengadilan supaya jelas.

Selain itu, persoalan tanah tersebut sebenarnya sudah pernah di mediasi di tahun 2017 akhir atau 2018 awal. Terkait surat-surat yang dimiliki dari keluarga Hj Sholikah, Kades Socorejo menegaskan surat tersebut adalah surat jual beli yang di revisi dibuat pada tahun 1998.

“Padahal pembelian aslinya kan jauh dari di tahun itu, bahkan jauh sekali,” imbuhnya.

Kepala Desa Socorejo menegaskan, sebelum Pemdes memutuskan membuat pintu masuk di sini, pemdes sudah terlebih dahulu menggelar musdes.

“Saksi mata, saksi sejarah, mengatakan batasnya tidak sampai di sini sehingga desa berani membuat gapura karena dari kesaksian masyarakat, tokoh masyarakat, warga, semua menyaksikan tanahnya tidak sampai di sini,” pungkasnya