Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Adipati Tuban Tahun 1817

Misteri Dibalik Sosok Pangeran Djono Mangunkusumo



Misteri Kebenaran makam Eyang Pangeran Djono Mangunkusumo Bupati Tuban Tahun 1817, belum terjawab. Meski di batu nisan tertulis dengan jelas ‘Jumeneng Bupati Tuban TH. 1817’, hal itu tidak lantas mudah melacak sosoknya.

Setelah tulisan yang pertama rilis, tak ayal banyak persepsi yang bergulir. Mulai dari mengkritik kami sebagai jurnalis aneh, hingga jurnalis kurang pekerjaan. Ada juga yang penasaran dengan cerita di balik sosok itu, dan ada pula yang langsung memvonis itu bukan makam salah satu Bupati Tuban.

Kegelisahan tim semakin mendalam, kami mencoba mengonfirmasi ulang tentang makam tersebut benar atau tidak salah satu Bupati Tuban, kepada Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olaraga (Disparbudpora) Tuban, Sulistyadi.

“Engkang masuk Bupati Tuban Asmane Soedjono Putro masa periode kepemimpinan tahun 1730 – 1737, Pak,” Jawabnya, via pesan singkat Whatsapp.

Kami memperjelas, berarti makam yang berada di depan mihrob Masjid Agung (Pangeran Djono Mangunkusumo, red) bukan bagian dari salah satu Adipati Tuban njeh? Yang tertulis di batu nisannya masa pemerintahannya 1817.

“Inggih leres jenengan karena pemerintahan pada masa 1817, Bupatinya P. Tjitrosumo VI memerintah tahun 1814-1821 umpami adipati atau petangkat yang lain mungkin,” tuturnya.

Mendengar Sulistyadi menyebut nama P. Tjitrosumo VI, kami mencoba menanyakan siapa nama asli Tjitrosumo VI. Sebab, nama tersebut adalah julukan. Namun tak ada jawaban.

Jika ditarik dengan jawabannya Didit tidak bisa menjawab nama asli P. Tjitrosumo VI itu siapa. Serta tidak bisa menyebutkan nama lain dari Eyang Pangeran Djono Mangunkusumo jika memiliki julukan. Ini menambah ketidakjelasan yang ada.

Semua ini, bukan hanya tentang kebenaran dari makam itu. Jauh lebih besar dan penting dari itu adalah kebenaran jatidiri sebuah daerah terukur bagaimana ia tahu sejarah dan sosok para pendirinya atau para pemimpinnya. Jika semua sudah lepas tangan lantas siapa yang akan mengenalkan sejarah itu kepada generasi selanjutnya.

Usia 727 tahun bagi Tuban sudahlah matang menjadi sebuah dari yang memiliki seribu satu macam keistimewaan, seharusnya menjadi bahan evaluasi bersama jika kita sudah mulai lupa nilai-nilai luhur para pendiri tanah tercinta ini.

Tamparan keras mungkin itu jawaban yang pas. Untuk kita yang lalai merawat peradaban yang telah terwariskan. Bahkan hanya satu makam saja, tak ada jawaban jelas. Bagaimana nasib makam leluhur yang lainnya? Sudahkan kita tahu letak makamnya? Sudah kita melihat kondisi makamnya?

Oleh: Tim redaksi Tuban.beritabaru.co