Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pertanyakan Implementasi Perda PPA: Aktifis Perempuan Tagih Komitmen Pemda dan Komisi IV DPRD Tuban

Pertanyakan Implementasi Perda PPA: Aktifis Perempuan Tagih Komitmen Pemda dan Komisi IV DPRD Tuban



Berita Baru, Tuban – Selama tahun 2011-2020 Pemkab Tuban telah melahirkan 137 Peraturan Daerah (PERDA) dan disinyalir ada 4 Perda yang memiliki perspektif terhadap kebutuhan dan perlindungan pererempuan dan anak.  Diantaranya Perda Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Perda Nomor 3 tahun 2018 perubahan Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak, Perda Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin, dan Perda Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Untuk mempertanyakan implementasi Perda yang sudah dihasilkan Pemda Kabupaten Tuban. Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR), Korp PMII, ORBIT, GMNI, dan IMMAWATI lakukan hearing kepada DPRD Tuban Komisi IV, Jl. Teuku Umar No.1-A Latsari Kecamatan Tuban.

Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Kabupaten Tuban tahun 2019 sebanyak 1.172.790 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut diduga hanya 35 persen warga yang mengetahui keberadaan 137 PERDA atau bahkan kurang dari 35 persen yang bisa mengakses layanan bagi korban kekerasan.

“Hal tersebut dapat dilihat dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) tahun 2019 mencatat hanya ada 52 kasus laporan kekerasan. Sedangkan data dari Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban sebanyak 81 kasus antara lain KDRT, kekerasan anak, pencabulan, persetubuhan dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP),” tutur Wartik selaku koordinator hearing.

Lebih lanjut Wartik menambahkan, Jawa Timur menjadi Propinsi ke 4 kasus kekerasan paling banyak yaitu 1.121 kasus. Catatan Tahunan (CATAHU) tahun 2019 yang dimiliki Komnas Perempuan mencatat 431.471 kasus. Hal tersebut menandakan bahwa Pemkab belum berani mempublis keberadaan Perda perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan.

“Perda Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang diundangkan pada tahun 2014 termuat beberapa mandat penting diantaranya; Pelayanan medis, Pelayanan medicolegal, Pelayanan psikososial, pelayanan pendampingan hukum, pelayanan kemandirian ekonomi, pelayanan pengaduan, pemulangan, mediasi, rehabilitasi, reintegrasi sosial, pelayanan identifikasi dan pelayanan psikologis. Dalam Perda tersebut pelaksanaannya melalui Dinas Sosial dan P3A sebagai leading sektornya membentuk pelaksana Perda. Kemudian, Paralegal dan Satuan Bahkti Pekerja Sosial (SAKTI PEKSOS) yang dibentuk pada tahun 2008 lalu, sampai hari ini sudah 12 tahun keberadaannya belum mampu memberikan layanan maksimal kepada perempuan dan anak korban kekerasan,” tutup Wartik.

Lebih lanjut Tri Astuti selaku ketua Komisi IV DPRD Tuban menambahkan, hearing ini baru pertama kali dilakukan bersama teman-teman aktifis perempuan. Ini semua menjadi masukan bagi Komisi IV untuk merencanakan kebijakan selanjutnya, baik kebijakan anggaran maupun kebijakan terkait peraturan-peraturan daerah.

“Hal ini nantinya akan kita wujudkan sebagai perlindungan bagi korban kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Tuban. Untuk anggaran di Tahun 2021 sudah kita sahkan, dan nanti jika di perubahan anggaran kalau memang memadai pasti akan kita anggarkan untuk peningakatan program perlindungan perempuan dan anak,” tegas Astutik sapaan akrabnya.

Disinggung soal prosentasi anggaran untuk perlindungan perempuan dan anak saat diwawancarai Beritabaru.co biro Tuban, Astuti menyampaikan, semua tahu bahwa anggaran di tahun 2020 di refokusing. Secara otomatis kegiatan anggaran di tahun 2020 terpangkas untuk penanganan dan penanggulagan dampak Covid-19.

“Yang jelas bahwa, kita tetap optimis untuk menciptakan Kabupaten Tuban ramah perempuan dan anak,” tutup Astutik.

Dipihak lain Kabid PPA Anfujatin menambahkan, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Dinsos Tuban membuat pekerjaan dan penyerapan anggarannya juga lamban. Sehingga kedepan kalau bisa ada dinas tersendiri yang fokus pada penanganan perempuan dan anak korban kekerasan.

“Kita tidak mungkin mengajukan anggaran besar, karena kita kekurangan SDM. Namun dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban sudah kita bentuk Satgas penanganan kasus korban kekerasan. Dengan jumlah 95 orang, itupun sifatnya relawan (tidak di gaji),” tutup Anfujatin. (Wan/Dur)